Selasa, 09 November 2010

Penyelesaian Kredit Macet

Menurut Daeng (2005:334), terdapat dua alternatif dalam penyelesaian kredit macet yaitu litigasi dan non litigasi.
Litigasi adalah dengan mendayagunakan lembaga peradilan yang ada, baik pengadilan negeri, pengadilan niaga, ataupun panitia urusan piutang negara (PUPN) bagi bank-bank milik pemerintah.
Non litigasi memiliki pengertian yang sama dengan ADR (Alternatif Dispute Resolution) menurut Daeng (2005:367) yaitu penyelesaian sengketa diluar pengadilan yang dilakukan secara damai.
ADR meliputi negosiasi dan mediasi. Negosiasi menurut Alan Fowler (dalam Daeng, 2005:349) adalah sebagai interaksi, dimana dua orang atau lebih terlibat secara bersama dimana awalnya mereka memiliki sasaran yang berbeda dengan menggunakan argumen dan persuasi mencoba untuk menyudahi perbedaan tersebut. Penyelesaian dengan cara negosiasi tidak melibatkan pihak ketiga jadi hanya antara yang bersengketa (debitur dan kreditur). Menurut Bank Indonesia Mediasi adalah alternatif penyelesaian sengketa perbankan yang bermanfaat bagi perlindungan nasabah dan dalam upaya menjaga terpeliharanya reputasi bank.
Negosiasi dapat berupa:
1. Rescheduling: perubahan syarat-syarat kredit yang menyangkut jadwal pembayaran, masa tenggang, terjadi atau tidak terjadi perubahan besarnya angsuran serta menyangkut jangka waktu
2. Restructuring: perubahan syarat-syarat kredit yang menyangkut penambahan dana bank, dan atau konversi seluruh atau sebagian tunggakan bunga menjadi pokok kredit baru, dan atau konversi seluruh atau sebagian dari kredit menjadi penyertaan dalam perusahaan.
3. Reconditioning: Perubahan sebagian atau seluruh syarat-syarat kredit yang tidak terbatas pada perubahan jadwal pembayaran, jangka waktu dan atau persyaratan lainnya sepanjang tidak menyangkut perubahan maksimum saldo kredit.
Menurut Sutarno (2005:266), penyelesaian kredit adalah langkah penyelesaian kredit bermasalah melalui lembaga hukum seperti Pengadilan atau Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara atau badan lainnya dikarenakan langkah penyelamatan sudah tidak memungkinkan kembali.
Melalui pengadilan yaitu dengan mengajukan gugatan, gugatan ini dilakukan untuk memperoleh hukum tetap agar dapat dilakukannya eksekusi jaminan jikalau debitur tidak melaksanakan putusan hakim dimana dalam memperoleh hukum tetap ini, diperlukan waktu yang lama dikarenakan upaya-upaya hukum yang dilakukan debitur seperti banding, kasasi, dan peninjauan kembali atau pun karena waktu persidangan yang diundur, tergugat berhalangan hadir, terjadinya replik (tanggapan atas jawaban tergugat) dan duplik (tanggapan atas replik penggugat). Melalui direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara yaitu dengan penyerahan piutang. Melalui lembaga hukum ini, dapat mempercepat, mempersingkat, mengekfektifkan penagihan piutang negara karena tidak menggunakan prosedur HIR (Hirziene Indonesisch Reglement) yang dirasa tidak efektif dan efisien.
Menurut Sutarno (2005:265) Penyelamatan adalah suatu langkah penyelesaian kredit bermasalah melalui perundingan kembali antara kreditur dan debitur dengan memperingan syarat-syarat pengembalian kredit sehingga diharapkan debitur memiliki kemampuan untuk menyelesaikan kredit.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan pengertian Penyelesaian kredit macet menurut Daeng dengan pengertian penyelesaian kredit macet menurut Sutarno. Perbedaannya terletak antara penyelesaian dan penyelamatan kredit jadi, menurut Sutarno penyelesaian kredit secara non litigasi merupakan penyelamatan kredit. Penulis sependapat dengan Sutarno karena berdasarkan pengetahuan yang didapat selama berada di bangku kuliah pun demikian. Maka dari itu, pada Bab IV mengenai hasil studi dan pembahasan pada bagian prosedur penyelesaian kredit macet dengan jaminan fidusia penulis lebih memfokuskan pada penyelesaian kredit melalui jalur hukum (litigasi).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

berkomentarlah kawan!!!tapi yang sopan ya..